Rabu, 27 Juli 2011

PENGARUH PEMBERIAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TERHADAP PENGENTASAN MASALAH PERILAKU KESULITAN BELAJAR SISWA PADA SMA NEGERI 1 LAKUDO KABUPATEN BUTON


PENGARUH PEMBERIAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK
TERHADAP PENGENTASAN MASALAH PERILAKU KESULITAN BELAJAR SISWA PADA SMA NEGERI 1 LAKUDO KABUPATEN BUTON

 




SKRIPSI


Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Pada Program Studi Psikologi Pendidikan
Jurusan Ilmu Pendidikan


OLEH:

ABDUL MANAF
A1B1 01 019




FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2008

HALAMAN PENGESAHAN


Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing untuk dipertahankan dalam ujian skripsi pada Program Studi Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Haluoleo.








Kendari,          Februari 2008



Menyetujui


Pembimbing I                                                              Pembimbing II



Drs. Ardin Sarewo                                                    Dra. Wa Ode Suarni, MLIS
NIP. 130 893 877                                                       NIP. 131 918 088



Mengetahui
Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan



Drs. Sahrun, MS
NIP. 131 485 227

MOTTO



Jadilah manusia mandiri
sebab banyak orang di dunia ini
tak mampu berdiri di kaki sendiri
atau hanya bisa bergantung pada orang lain.



Untuk melahirkan suatu kebajikan
tidak hanya membutuhkan niat yang tulus,
melainkan perpaduan antara
kerja keras yang baik dan pikiran yang positif
















Karya ini kupersembahkan
kepada Bunda dan Ayah tercinta
adik, serta saudara-saudaraku.







ABSTRAK




ABDUL MANAF (A1B1 01 019). Pengaruh Pemberian Layanan Bimbingan Kelompok Terhadap Pengentasan Masalah Perilaku Kesulitan Belajar Siswa Pada SMA Negeri 1 Lakudo Kabupaten Buton.
Masalah dalam penelitian ini adalah apakah pelaksanaan pemberian layanan bimbingan kelompok berpengaruh dalam mengentaskan masalah perilaku kesulitan belajar siswa pada SMA Negeri 1 Lakudo?. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian layanan bimbingan kelompok dalam mengentaskan masalah perilaku kesulitan belajar siswa pada SMA Negeri 1 Lakudo. Hipotesis dalam penelitian ini: layanan bimbingan kelompok berpengaruh dalam menyelesaikan masalah perilaku kesulitan belajar siswa pada SMA Negeri 1 Lakudo. Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa SMA Negeri 1 LakudoTahun Ajaran 2006/2007 yang bermasalah, yang berjumlah 52 orang. Sampel di ambil dengan menggunakan 50% dari populasi yang ada yaknidari 52 siswa = 26 siswa yang kemudian dihitung menjadi 50/26x100=13 siswa. Pengumpulan data dengan menggunakan angket dalam bentuk skala bertingkat atau rating scale. Data dianalisis dengan teknik statistik deskriptif dan teknik statistik inferensial. Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa pemberian layanan bimbingan kelompok efektif dalam mengentaskan masalah perilaku kesulitan belajar siswa.

DAFTAR LAMPIRAN



Lampiran                                           Judul                                                  Halaman


1.      Instrumen Penelitian ................................................................................            56
2.      Data Hasil Penelitian ...............................................................................                        61
3.      Hasil Analisis Deskriptif .........................................................................             63
4.      Pengujian Normalitas Data Penelitian .....................................................            64
5.      Hasil Analisis Inferensial .........................................................................            68
6.      Gejala-gejala Perilaku Kesulitan Belajar Siswa ...................................... 69
7.      Materi Layanan Bimbingan Kelompok ................................................... 70
8.      Prosedur Pelaksanaan Bimbingan Kelompok ..........................................            71

DAFTAR TABEL


Lampiran                                           Judul                                                  Halaman


1.      Deskripsi Masalah Siswa Berdasarkan Alat Ungkap Masalah ....................        43
2.      Klasifikasi Penyelesaian Masalah Siswa Sebelum
Pelaksanaan Bimbingan Kelompok ..........................................................           45
3.      Klasifikasi Penyelesaian Masalah Siswa Setelah
Pelaksanaan Bimbingan Kelompok ..........................................................           46

KATA PENGANTAR


            Puji  syukur kehadirat Allah SWT. karena dengan limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Layanan Bimbingan Kelompok Terhadap Pengentasan Masalah Perilaku Kesulitan Belajar Siswa Pada SMA Negeri 1 Lakudo Kabupaten Buton” dapat diselesaikan. Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat mengikuti ujian skripsi guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Haluoleo.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimah kasih kepada bapak Drs. Ardin Sarewo selaku Pembimbing I dan Ibu Dra. Hj. Wa Ode Suarni, MLIS.  selaku Pembimbing II yang dengan senang hati telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan yang sangat bermanfaat sehingga penulisan Skiripsi ini dapat terselesaikan.
            Pada kesempatan ini pula, penulis menyampaikan ucapan terimah kasih kepada:
1.      Bapak Prof. Ir. H. Mahmud Hamundu, M.Sc selaku Rektor Universitas Haluoleo
2.      Bapak Drs. H. Barlian, M.Pd selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Haluoleo
3.      Bapak Drs. Sahrun, MS selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
4.      Ibu Dra. Hj. Sitti Aisyah Yusuf, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Psikologi Pendidikan dan Bimbingan.
5.      Para dosen Program Studi Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang telah menuntun dan membekali ilmu pengetahuan selama kuliah.
6.      Seluruh Staf Administrasi dan Tata Usaha Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Haluoleo
7.      Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Lakudo beserta stafnya yang telah membantu penulis sehingga penelitian ini dapat berjalan lancar.
8.      Bapak Ismail selaku guru BK di SMA Negeri 1 Lakudo.
Keluarga Besar kak Irianto Ibrahim dan bunda Ririn yang telah banyak memberikan kontribusi bagi penulis baik secara moril maupun materil kepada penulis. Pada kawan sekamar penulis kak Rustam Awat atas segala motivasi dan spiritnya yang penuh makna sekaligus teman diskusi penulis serta partner mendaki gunung. Keluarga Besar Insan Pencinta Alam Semesta FKIP Unhalu, GBS, KPA Gempa, RRR, EWB, GFK, BGN dan CHF yang telah mengajarkan penulis tentang arti kebersamaan. Kepada sahabat-sahabatku, adik Zariani yang telah membantu penulis selama sakit, saudara Hasnan dan Mashun yang telah membantu penulis secara moril, juga saudaraku Azwar, ST. (Jomblo) yang telah membantu penulis selama penelitian dikampung. Yuyun Indra, Tini dan Ukhu yang telah meluangkan fasilitas komputernya kepada penulis.
 Rekan-rekan mahasiswa Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Angkatan 2001 yang tidak bisa penulis sebut satu persatu yang telah memberikan dorongan dan motivasi, serta seluruh sahabat penulis dijalanan yang membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung.
Secara khusus penulis mempersembahkan penghargaan dan terimah kasih yang tak terhingga kepada Yang Tercinta Ibunda Jamliah Gani dan Ayahanda Sahrun,  nenek tercinta Wajikana, kakek Abdul Gani Icu, bapak Muh. Amirullah Rizal, bibi Azizah Gani dan Saleh Kabai, pamanku Abdul Razak Gani, dan Ibu Nurdiana yang dengan kasih sayangnya memberikan do’a restu dalam pendidikan. Mengasuh,  membimbing, dan membantu baik berupa materi maupun moril maafkan ananda yang terlalu lama menyelesaikan pendidikan. Begitu pula adik Sahlin (Chans) dan Maria (sekeluarga), Salmi Saleh, Paman Amran Gani (Alm), Nasaruddin Gani (Alm), serta kemenakanku tersayang Fatir. Serta seluruh keluarga yang telah mendoakan, memberikan dorongan kepada penulis hingga saat ini, sampai penulis dapat menyelesaikan  skripsi ini.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis mengajukan Karya Ilmiah ini dan berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Semoga Allah SWT. tetap melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua. Amin.


                                                                        Kendari,    Februari 2008
BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Proses pembelajaran merupakan bagian dari proses pendidikan. Pendidikan dimaksudkan membantu siswa tumbuh dan berkembang menemukan pribadinya di dalam kedewasaan masing-masing individu secara maksimal dalam berbagai aspek kepribadian dan menjadi manusia yang dewasa dan mandiri di tengah-tengah masyarakat.
Pendidikan dianggap berhasil apabila lulusannya mampu menempatkan dan mengembangkan dirinya sesuai dengan potensi yang dimilikinya dalam kehidupan bermasyarakat.
Pada sekolah lanjutan tingkat atas, kondisi siswanya termasuk kategori umur remaja, sehingga dalam tingkah lakunya cenderung untuk memperlihatkan identitasnya dalam bertingkah laku seperti: senang berkumpul, suka mencoba-coba, menyenangi hal-hal yang baru, dan suka menantang ingin menang sendiri. Kondisi kejiwaannya masih sangat labil dan tingkah lakunya mudah berubah dan sangat emosional. Kondisi kejiwaan seperti itu sering menimbulkan masalah, baik permasalahan pribadi ataupun kelompok, jika dibiarkan akan menghambat kegiatan belajar dan aktifitas kesehariannya.
Dalam menghadapi permasalahan, misalnya masalah belajar, masalah pribadi, masalah sosial, masalah keluarga dan masalah ekonomi, yang mengakibatkan siswa mengalami perubahan yang tidak baik, seperti tidak percaya diri, prestasi belajar rendah yang akan mengakibatkan kesulitan dalam belajar.
Dengan layanan bimbingan dan konseling bantuan dapat diberikan oleh guru pembimbing sebagai guru konselor sekolah. Layanan bimbingan dan konseling tersebut dapat dikelompokkan dalam beberapa bentuk layanan. Prayitno dkk, menyatakan pemberian bantuan dalam bentuk layanan, dijelaskan sebagai berikut:
Layanan bimbingan dan konseling di sekolah dapat dikelompokkan dalam beberapa bentuk layanan yaitu: (1) Layanan Orientasi; (2) Layanan Penempatan/Penyaluran; (3) Layanan Konseling Perorangan; (4) Layanan Konseling Kelompok; (5) Layanan Informasi; (6) Layanan Pembelajaran; (7) Layanan Bimbingan Kelompok. Ketujuh layanan tersebut merupakan bagian dari pola umum bimbingan dan konseling, dan karena meliputi 17 (tujuh belas) unit pemahaman komponen besar dan kecil, maka pola itu disebut pola 17 (Prayitno, dkk : 40).

Sesuai dengan pendapat di atas, dalam membuat perencanaan kegiatan pelayanan, sebagai guru konselor harus mampu memahami karakteristik siswa sehingga proses pemberian layanan Bk sesuai dengan kebutuhan siswa itu sendiri. Guru konselor dalam memberikan layanan kepada siswa yang bermasalah, misalnya masalah siswa itu sama, belum tentu cara pelayanannya akan sama pula dalam menyelesaikan masalahnya, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik siswa itu sendiri.
Dalam mengembangkan kepribadiannya, anak didik banyak mengalami hambatan. Hambatan dapat datang dari dirinya sendiri maupun datang dari luar dirinya. Hambatan yang datang dari dirinya seperti: rendahnya daya nalar yang dimiliki, lambatnya menyerap pelayanan yang diberikan oleh guru, penggunaan waktu yang kurang efisien dan cara belajar yang kurang tepat. Dari luar dirinya seperti kurangnya perhatian orang tua terhadap pendidikan anak, tidak terpenuhinya kebutuhan anak dalam belajar, metode mengajar guru yang kurang efektif, lingkungan tempat tinggal siswa yang tidak mendukung yang akan mengakibatkan siswa tidak berhasil dalam belajar.
Kenyataan tersebut di atas, dialami siswa-siswa di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Lakudo misalnya, masalah belajar, masalah pribadi, masalah sosial, masalah keluarga dan masalah ekonomi, yang mengakibatkan siswa mengalami perubahan yang tidak baik, seperti tidak percaya diri, prestasi belajar rendah yang akan mengakibatkan kesulitan dalam belajar, bentrok dengan guru, melanggar tata tertib sekolah, sukar menyesuaikan diri dalam belajar, suka berkelahi, jarang masuk sekolah, suka bolos sehingga dapat mengalami prestasi belajar yang rendah.
Siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Lakudo secara psikologis cenderung mengalami gejolak, baik faktor lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat dapat mempengaruhi perkembangan mereka. Siswa-siswa dalam perkembangannya cenderung ingin mencoba-coba dan selalu berbuat tanpa ada pertimbangan yang baik dari efek perbuatannya. Jika tidak terpenuhi kebutuhannya, maka mereka dapat menunjukkan sikap dan pola tingkah laku yang menyimpang, misalnya malas belajar, merokok, kurang sopan, yang pada akhirnya dapat menjadi permasalahan yang menghambat pribadinya serta prestasi belajarnya.
Kesulitan belajar tersebut merupakan masalah mendasar bagi siswa. Masalah tersebut bersumber baik dari diri siswa, maupun di luar diri siswa. Kesulitan belajar yang dirasakan siswa banyak mengarah kepada malas belajar sehingga siswa mempunyai prestasi belajar yang rendah, yang mengakibatkan siswa tidak naik kelas, sehingga dapat mengalami putus sekolah.
Dalam situasi dan kondisi seperti itulah guru konselor di sekolah memberikan bantuan layanan bimbingan kelompok. Melalui layanan bimbingan kelompok guru konseling secara langsung berada dalam kelompok tersebut, dan bertindak sebagai fasilitator (pemimpin kelompok) dalam dinamika kelompok yang terjadi, dengan menerapkan strategi pengembangan dan teknik-teknik bimbingan kelompok. 
Berdasarkan problematika tersebut, penulis sangat termotivasi untuk meneliti pengaruh pemberian layanan bimbingan kelompok terhadap pengentasan kesulitan belajar siswa di SMA Negeri 1 Lakudo kabupaten Buton.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara awal dengan guru pembimbing di SMA Negeri 1 Lakudo, sebagian siswanya (50%) dari jumlah total 104 siswa SMA Negeri 1 Lakudo, mengalami kesulitan belajar. Dari total populasi 52 orang mengalami kesulitan belajar secara umum (pada semua mata pelajaran). Mengingat jumlah populasinya besar maka jumlah untuk sampel diambil sebanyak 26 orang, dengan menggunakan 50% dari populasi yang ada yaknidari 52 siswa = 26 siswa yang kemudian dihitung menjadi 50/26 x 100 = 13 siswa. Adapun teknik penarikan sampel dalam penelitian ini adalah sampling acak sederhana yaitu salah satu teknik pemilihan sampel di mana semua anggota populasi mempunyai kemungkinan kesempatan yang sama dan independen untuk dipilih sebagai anggota sampel yang akan dibagi ke dalam 2 kelompok yakni 13 orang per kelompok (kelompok eksperimen dan kelompok kontrol).
Latipun (2003: 156) menyatakan:
“Jumlah anggota kelompok dalam bimbingan kelompok berkisar 4-14 orang. Jumlah anggota kurang dari 4 orang tidak efektif karena dinamika kelompok menjadi kurang hidup. Sebaliknya jika jumlah kliennya lebih dari 14 orang adalah terlalu besar untuk bimbingan kelompok karena terlalu berat dalam mengelola kelompok”.  

Sukardi (2003: 53-54) mengemukakan Ada 5 manfaat penting dari layanan bimbingan kelompok adalah sebagai berikut.
  1. dengan pemberian layanan bimbingan kelompok siswa diberi kesempatan yang luas untuk berpendapat dan membicarakan berbagai hal yang terjadi disekitarnya. Pendapat mereka boleh jadi bermacam-macam, ada yang positif dan ada yang negatif. Semua pendapat itu, melalui dinamika kelompok diluruskan (bagi pendapat-pendapat yang salah/negatif) disingkronisasikan dan dimantapkan sehingga para siswa memiliki pemahaman yang tepat dan obyektif.
  2. menimbulkan sikap yang positif terhadap keadaan diri dan lingkungan mereka yang bersangkut paut dengan hal-hal yang mereka bicarakan di dalam kelompok. “Sikap positif” di sini dimaksudkan: menolak hal-hal yang salah/buruk/negatif dan menyokong hal-hal yang benar/baik/positif.
  3. menyusun program-program kegiatan untuk mewujudkan “penolakan terhadap yang buruk dan sokongan terhadapyang baik” itu.
  4. melaksanakan kegaitan-kegiatan nyata dan langsung untuk membuahkan hasil sebagaimana mereka programkan semula.

Dari beberapa manfaat bimbingan kelompok di atas, dapat dicapai melalui dinamika kelompok di bawah bimbingan guru Bk. Menurut Sukardi (2003: 54) apabila kemanfaatan itu dapat ditumbuh-kembangkan, maka bimbingan kelompok akan sangat efektif bukan saja pada perkembangan pribadi masing-masing siswa, tetapi juga bagi kemaslahatan lingkungan dan masyarakat. Kemanfaatan tersebut akan dapat berlipat ganda, mengingat bimbingan kelompok dapat menjangkau sasaran yang lebih besar dari pada layanan bimbingan dan konseling lain yang bersifat perorangan.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka sebagai rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah ada pengaruh pemberian layanan bimbingan kelompok terhadap pengentasan masalah perilaku kesulitan belajar siswa di SMA Negeri 1 Lakudo kabupaten Buton?”.
C.    Tujuan Penelitian 
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian layanan bimbingan kelompok dalam mengentaskan masalah perilaku kesulitan belajar siswa di SMA Negeri 1 Lakudo Kabupaten Buton.
D.    Manfaat Penelitian
a.       Sebagai bahan masukan kepada guru pembimbing di SMA Negeri 1 Lakudo dalam menyelenggarakan kegiatan layanan bimbingan kelompok bisa lebih baik (efektif).
b.      Dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi penulis sehingga dalam melaksanakan layanan bimbingan kelompok di sekolah bisa lebih baik.
c.       Sebagai bahan kajian bagi penelitian lebih lanjut yang akan meneliti tentang layanan bimbingan kelompok.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.    Pengertian Pengaruh Pemberian Layanan

1. Pengertian Pengaruh

Arti kata pengaruh dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 369) berarti daya yang ada atau timbul dari sesuatu, orang, benda dan sebagainya.
Sedangkan arti kata pengaruh dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (t.t. 638) berarti daya yang ada dari sesuatu (orang, benda, dsb) yang ikut membentuk kepercayaan, watak atau perbuatan seseorang. 

2. Pengertian Pemberian Layanan

Sukardi (2003: 31) mengartikan pemberian layanan sebagai bentuk pertemuan tertentu yang diselenggarakan yang dihadiri oleh para siswa dan/atau orang tua siswa disesuaikan dengan jenis dan sifat materi yang diorientasikan.
George dan Cristiani (1982) dalam Latipun (2003: 34) mengemukakan pemberian layanan adalah pemberian layanan berupa bantuan secara profesional yang merupakan proses dinamis dan unik yang dilakukan individu untuk membantu orang lain dengan menggunakan sumber-sumber dalam (inner resources) agar tumbuh ke dalam arahan yang positif dan dapat mengaktualisasikan potensi-potensinya untuk sebuah kehidupan yang bermakna.
Sesuai dengan pendapat di atas dapat dirumuskan pengaruh pemberian layanan adalah suatu daya atau upaya yang diberikan kepada siswa atau anak didik yang mengalami masalah belajar, pribadi, sosial, karir dan sebagainya, sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik masalah serta pemecahannya.

B.     Bimbingan Kelompok

1.      Pengertian Bimbingan Kelompok
Untuk mengetahui pengertian bimbingan kelompok, berikut ini dikemukakan beberapa pendapat para ahli.
Prayitno (1995: 61) berarti bimbingan kelompok adalah memanfaatkan dinamika untuk mencapai tujuan-tujuan bimbingan dan konseling. Bimbingan kelompok lebih merupakan suatu upaya bimbingan kepada individu-individu melalui kelompok.
Sukardi bimbingan kelompok (group guidance), ialah suatu teknik pelayanan bimbingan yang diberikan oleh pembimbing kepada sekelompok murid dengan tujuan  membantu seseorang atau sekelompok murid yang mengahadapi masalah-masalah belajarnya dengan menempatkan dirinya di dalam suatu kehidupan/kegiatan kelompok yang sesuai.
Prayitno (2001: 87-89) menyatakan layanan bimbingan kelompok adalah layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh berbagai bahan dari narasumber tertentu (terutama dari guru pembimbing) dan/atau membahas secara bersama-sama pokok bahasan (topik) tertentu yang berguna untuk menunjang pemahaman dan kehidupannya sebagai individu sebagai individu maupun sebagai pelajar, dan untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan/atau tindakan tertentu.
Winkel (1989: 128) menyatakan; 

“secara garis besarnya bimbingan kelompok kelas (group guidance class) biasanya dilaksanakan di sekolah pada jam tertentu (yang sudah ditentukan dalam jadwal) ahli bimbingan masuk kelas dan memberikan pelayanan bimbingan, yang biasanya berupa pembahasan tentang suatu masalah yang tidak termasuk dalam silabus pelajaran yang lain (misalnya cara-cara belajar yang baik, cara memilih jurusan/fakultas, cara-cara bergaul, pendewasaan diri, hubungan dengan orang tua)”.

Gani (1987:51) menyatakan bimbingan kelompok merupakan salah satu teknik bimbingan untuk membantu individu/siswa melalui pendekatan dan situasi kelompok.
Berdasarkan dari beberapa pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam bimbingan kelompok konselor/guru pembimbing dituntut lebih berfungsi sebagai pendidik dari pada sebagai pengajar, terutama dalam mengembangkan pribadi dan pergaulan sosialnya. Dengan kegiatan layanan bimbingan kelompok diharapkan bukan saja sekedar mendapat pengetahuan, melainkan mengusahakan perubahan dalam sikap mereka dan dalam cara bergaul.
2.      Dinamika Kelompok
1.      Pengertian Dinamika Kelompok
Arti kata dinamika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993: 234) adalah penuh semangat dan tenaga sehingga cepat bergerak dan mudah menyesuaikan diri dengan keadaan dan sebagainya (mengandung dinamika).
Prayitno (2001: 90-91) dinamika kelompok adalah kekuatan yang mendorong kehidupan kelompok. Kelompok yang baik ialah apabila kelompok itu diwarnai oleh semangat yang tinggi, kerja sama yang lancar dan mantap, serta adanya saling mempercayai di antara anggota-anggotanya.
2.      Peranan Dinamika Kelompok
Dalam bimbingan kelompok peranan dinamika kelompok itu tidaklah kurang dibandingkan dengan peranannya dalam konseling kelompok. Kehidupan kelompok dijiwai oleh dinamika kelompok yang akan menentukan gerak dan arah pencapaian tujuan kelompok. Dinamika kelompok ini dimanfaatkan untuk mencapai tujuan bimbingan dan konseling melalui layanan bimbingan kelompok dan konseling kelompok.
Sukardi (2003: 52-53) untuk terselenggaranya layanan bimbingan kelompok, terlebih dahulu perlu dibentuk kelompok-kelompok siswa. Ada dua jenis kelompok, yaitu kelompok tetap dan kelompok tidak tetap atau insidental. Kelompok tetap melakukan kegiatannya secara berkala, sesuai dengan penjadwalan yang sudah diatur oleh guru pembimbing, sedangkan kelompok tidak tetap terbentuk secara insidental dan melakukan kegiatannya atas dasar kesempatan yang ditawarkan oleh guru pembimbing ataupun atas dasar permintaan siswa-siswa sendiri yang menginginkan untuk membahas permasalahan tertentu melalui dinamika kelompok.


3.      Kandungan Unsur-Unsur Bimbingan Kelompok
Prayitno (1999: 42) sebagai kegiatan kelompok, bimbingan kelompok dan konseling kelompok secara penuh mengandung empat unsur utama kehidupan kelompok, yaitu tujuan kelompok, anggota kelompok, pemimpin kelompok, dan aturan kelompok.
Tujuan bersama yang ingin dicapai oleh kelompok itu ialah pengembangan pribadi semua peserta dan peralihan-peralihan lainnya melalui perubahan dan pendalaman  topik umum.
Para anggota kelompok ialah peserta kelompok masing-masing yang melibatkan diri dalam kegiatan itu.
Pemimpin kelompok ialah orang yang bertanggung jawab atas berlangsungnya kegiatan masing-masing kelompok itu, dalam hal ini guru pembimbing.
Aturan kelompok ialah berbagai ketentuan yang hendaknya dijalankan dan dipatuhi oleh semua anggota kelompok dan pemimpin kelompok. Aturan ini didasarkan pada dan merupakan penjabaran berbagai hal yang akan mempengaruhi kehidupan kelompok, antara lain asas-asas kerahasiaan, kesukarelaan, kegiatan, keterbukaan, dan kenormatifan.
Winkel (1991: 11) mengemukakan dalam konseling kelompok dan bimbingan kelompok ada dua unsur atau aspek pokok, yakni aspek proses dan aspek tatap muka.

Aspek proses dalam bimbingan kelompok memiliki ciri khas seperti klien mengandung kelompok sebagai kelompok yang menarik, merasa diterima oleh kelompoknya, merasa aman sehingga mudah membuka diri terhadap masalah-masalah yang dialami. Sedangkan aspek pertemuan tatap muka karena yang berhadapan muka adalah sejumlah orang yang bergabung dalam kelompok yang saling memberikan bantuan bantuan psikologis.
4.      Bentuk-Bentuk Layanan Bimbingan Kelompok
Winkel (1989: 130-135) beberapa bentuk layanan bimbingan kelompok yang dapat membantu pemecahan masalah dalam kesulitan belajar siswa adalah sebagai berikut.
a.       Pelajaran Bimbingan
Secara garis besarnya kelas bimbingan kelompok (group guidance class) biasanya dilaksanakan di sekolah sebagai berikut, pada jam tertentu ahli bimbingan masuk kelas dan memberikan pelayanan bimbingan, yang biasanya berupa pembahasan tentang suatu masalah yang tidak termasuk dalam silabus pelajaran yang lain (misalnya cara-cara belajar yang baik, cara memilih jurusan/fakultas, cara-cara bergaul, pendewasaan diri, hubungan dengan orang tua).
b.      Karyawisata
Dengan karyawisata siswa dapat mengenal langsung dari dekat situasi atau obyek-obyek yang menarik perhatiannya, dalam hubungannya dengan pelajarannya di sekolah. Dengan karyawisata siswa-siswa mendapat kesempatan untuk memperoleh penyesuaian dalam kehidupan kelompok, berorganisasi, kerjasama, dan tanggung jawab.
c.       Diskusi Kelompok
Siswa-siswa yang telah bergabung dalam kelompok-kelompok kecil mendiskusikan bersama berbagai permasalahan termasuk di dalamnya masalah belajar. Masalah-masalah yang mungkin dapat didiskusikan dalam diskusi kelompok misalnya: masalah-masalah pergaulan dengan orang tua, kesukaran dalam belajar, kesiapan memasuki perguruan tinggi, masalah pengisian waktu luang, masalah-masalah hubungan persahabatan, masalah penyelesaian pekerjaan rumah, masalah-masalah OSIS, dan lain-lain.
Dalam bimbingan kelompok masalah pribadi setiap anggota dibicarakan melalui dinamika kelompok. Semua anggota (yang pada dasarnya adalah teman sebaya) ikut secara langsung dan aktif membicarakan masalah kawannya dengan tujuan agar anggota kelompok yang bermasalah itu terbantu dan masalahnya tertuntaskan.
Beberapa masalah yang hendak didiskusikan hendaknya ditentukan oleh pembimbing itu sendiri, dengan merumuskan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh masing-masing kelompok diskusi.
Prayitno (1995: 12) mengemukakan bahwa dalam kegiatan diskusi kelompok (baik layanan bimbingan kelompok maupun konseling kelompok) seluruh anggota kelompok perlu menampilkan hal-hal berikut ini.

1)      Membina keakraban dalam kelompok.
2)      Melibatkan diri secara penuh dalam suasana kelompok.
3)      Bersama-sama mencapai tujuan kelompok.
4)      Membina dan mematuhi aturan kegiatan kelompok.
5)      Ikut serta dalam seluruh kegiatan kelompok.
6)      Berkomunikasi secara bebas dan terbuka.
7)      Membantu anggota lain dalam kelompok.
8)      Memberikan kesempatan kepada anggota lain dalam kelompok.
9)      Menyadari pentingnya kegiatan kelompok.

d.      Home Room
Home room merupakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam suatu ruangan (kelas) sebagai kegiatan bimbingan belajar dalam usaha untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap siswa-siswa. Dalam kegiatan ini, ahli bimbingan/konselor sekolah dan siswa dapat lebih dekat, seperti dalam suasana di rumah.
e.       Sosiodrama
Teknik sosiodrama adalah suatu cara dalam bimbingan yang memberikan kesempatan pada siswa-siswa untuk mendramatisasikan sikap, tingkah laku atau penghayatan seseorang seperti yang dilakukan dalam hubungan sosial sehari-hari di masyarakat. Maka dari itu sosiodrama dipergunakan dalam pemecahan masalah-masalah sosial yang mengganggu belajar dengan kegiatan drama sosial.
Merujuk pada pendapat Prayitno, tentang kegiatan diskusi kelompok penulis mengambil kesimpulan bahwa kegiatan kelompok dengan memanfaatkan dinamika kelompok dalam layanan bimbingan kelompok, teknik diskusi kelompok efektif dalam membantu mengentaskan kesulitan belajar siswa.
Jumhur & Muh. Surya (1995: 32) menyatakan masalah-masalah siswa yang diselesaikan dengan bimbingan kelompok adalah sebagai berikut.
a.       Masalah Pengajaran atau Belajar
Dalam hubungan ini individu merasakan kesulitan dalam menghadapi kegiatan pelajaran. Misalnya cara membagi waktu belajar, memilih materi yang sesuai, menyusun dan belajar berkelompok.
Romine dalam Hamalik (2004: 197-198) mengemukakan beberapa hal yang penting bagi guru BK ataupun guru kelas untuk memberikan layanan bimbingan dalam mengatasi kesulitan belajar siswa adalah sebagai berikut.
1.      membuat catatan yang teliti tentang diri siswa untuk melengkapi catatan-catatan sekolah agar segera diperoleh gambaran yang lebih baik tentang individu siswa.
2.      mengobservasi dan mempelajari siswa, menggunakan dokumen sekolah dalam usaha yang jujur dan beralasan untuk memahami mereka sebagai manusia yang belajar, membantu perkembangan kesehatan jasmani, dan sebagainya.
3.      kerjasama dengan guru-guru lain untuk memperoleh gambaran yang lengkap tentang para siswa mengenai tantangan, minat, kebutuhan, dan masalah yang mereka hadapi.
4.      mempelajari minat dan kebutuhan-kebutuhan siswa dan mempertimbangkannya dalam pelajaran dan dalam berbagai kegiatan.
5.      bekerja sama dengan orang tua siswa untuk memahami dan bekerja sama dengan para siswa.
6.      memikirkan kemungkinan-kemungkinan dalam rangka penggunaan group guidance atau pendekatan-pendekatan dalam pelajaran.
7.      menyesuaikan diri sendiri, bahan pelajaran, kegiatan, dan prosedur kelas dengan minat dan kebutuhan para siswa.
b.      Masalah Pendidikan
Masalah yang berkaitan dengan pendidikan seperti menyesuaikan diri dengan  pelajaran baru, kegiatan lingkungan sekolah, guru-guru, dan tata tertib sekolah.
c.       Masalah Pekerjaan
Masalah ini berhubungan dengan pemilihan pekerjaan, misalnya memilih jenis-jenis pekerjaan yang cocok dengan minat dan bakatnya.
d.      Penggunaan Waktu Senggang
Masalah-masalah yang berhubungan dengan penggunaan waktu senggang seperti bagaimana membuat pembagian waktu, mengisi waktu, merencanakan suatu kegiatan waktu luang.
e.       Masalah-masalah Sosial
Masalah-masalah siswa yang berhubungan dengan masalah sosial seperti kesulitan dalam persahabatan, mencari teman, merasa tersaingi dalam pekerjaan-pekerjaan kelompok.

f.       Masalah-masalah Pribadi
Masalah-masalah pribadi seperti individu merasa kurang berhasil dalam menyesuaikan diri dengan hal-hal dalam dirinya sendiri misalnya konflik yang berlarut-larut.
Prayitno (2003: 53-54) mengemukakan manfaat dan pentingnya bimbingan kelompok adalah sebagai berikut.
1.      Diberi kesempatan yang luas untuk berpendapat dan membicarakan berbagai hal yang terjadi disekitarnya. Pendapat mereka itu boleh jadi bermacam-macam, ada yang positif dan ada juga yang negatif. Semua pendapat itu, melalui dinamika kelompok bagi pendapat-pendapat siswa yang salah/negatif diluruskan, disingkronisasikan dan dimantapkan sehingga para siswa memiliki pemahaman yang obyektif, tepat dan cukup luas tentang berbagai hal yang mereka bicarakan itu. Pemahaman yang obyektif, tepat dan luas itu dapat diharapkan.
2.      Menimbulkan sikap yang positif terhadap keadaan diri dan lingkungan mereka yang bersangkut paut dengan hal-hal yang mereka bicarakan didalam kelompok. “Sikap positif” di sini dimaksudkan: menolak hal-hal yang salah/buruk/negatif dan menyokong hal-hal yang benar/baik/positif. Sikap positif ini lebih jauh diharapkan dapat merangsang para siswa untuk berbuat.

3.      Melaksanakan kegiatan-kegiatan nyata dan langsung untuk membuahkan hasil sebagaimana mereka programkan semula.
Latipun (2003: 156) mengemukakan bahwa jumlah anggota kelompok dalam bimbingan kelompok berkisar antara 4-14 orang. Jumlah anggota kurang dari 4 orang tidak efektif karena dinamika kelompok menjadi kurang hidup. Sebaliknya jika jumlah kliennya lebih dari 14 orang adalah terlalu besar untuk bimbingan karena terlalu berat dalam mengelola kelompok.

C.    Kesulitan Belajar

1.      Pengertian Kesulitan Belajar
Setiap siswa pada prinsipnya berhak memperoleh peluang untuk mencapai kinerja yang memuaskan. Namun dari kenyataan sehari-hari tampak jelas bahwa siswa itu memiliki perbedaan dalam hal kemampuan intelektual, kemampuan fisik, latar belakang keluarga, kebiasaan dan pendekatan belajar yang terkadang sangat mencolok antara seorang siswa yang satu dengan siswa yang lainnya dalam hal ini ada siswa yang prestasi belajarnya baik dan kurang baik. Bagi siswa yang prestasi belajarnya kurang baik dapat dikatakan bahwa siswa tersebut mengalami kesulitan belajar.
Kullase (1987: 73) kesulitan belajar terjadi apabila suatu kondisi dalam proses belajar yang mengalami ukuran tertentu dalam mencapai suatu tingkah laku yang berbentuk sikap, kebiasaan, pengetahuan, keterampilan, pemahaman dan perbuatan.
Burton dalam Jasman (1992) kesulitan belajar dapat diartikan sebagai:
1.      dalam waktu tertentu, individu tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau penguasaan.
2.      tidak dapat mencapai prestasi yang semestinya berdasarkan ukuran yang dimiliki individu.
3.      tidak dapat menunjukkan tugas-tugas perkembangan dan,
4.      tidak dapat mencapai suatu tingkat penguasaan yang dibutuhkan sebagai persyaratan untuk kelanjutannya pada tingkat berikutnya.
Dalyono (2001: 229) kesulitan belajar adalah keadaan di mana anak didik/siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya.
Dari beberapa pendapat ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa kesulitan belajar adalah suatu bentuk atau kejadian yang menunjukkan bahwa dalam mencapai tujuan pengajaran, sejumlah siswa mengalami hambatan-hambatan untuk mencapai hasil belajar.
2.      Faktor-Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Siswa
Siswa-siswa dalam kegiatan belajarnya untuk mencapai prestasi tidaklah selalu lancar seperti apa yang diharapkannya. Siswa terkadang mengalami berbagai kesulitan dalam kegiatan belajarnya, akibatnya dapat terwujud pada kesukaran dan kegagalan dalam studi. 
Bila diteliti secara seksama, hambatan-hambatan dalam kegiatan belajar, dapat digolongkan ke dalam dua faktor, yaitu faktor diri dan lingkungan. Sri Rahayu dalam Kartono (1984: 62) menyebutkan sebab-sebab kesukaran belajar dengan menggolongkan menjadi dua faktor yaitu “sebab-sebab endogen (dari dalam diri), dan sebab yang eksogen (dari luar diri anak).
Sejalan dengan pendapat di atas, Sukardi (1988: 49) menggolongkan hambatan-hambatan tersebut menjadi dua kelompok, yakni:
a.       faktor endogen, yaitu faktor yang datang dari diri anak itu sendiri yang bersifat (a) biologis yaitu hambatan yang bersifat kejasmanian, (b) psikologis, yakni hambatan yang bersifat kejiwaan.
b.      faktor eksogen, yaitu hambatan yang timbul  dari luar diri anak yang meliputi: (a) faktor lingkungan keluarga, (b) faktor lingkungan sekolah, dan (c) faktor lingkungan masyarakat.
Sukardi (1988: 50-54) faktor-faktor penyebab kesulitan belajar, dijelaskan sebagai berikut:
a.       Hambatan-hambatan yang bersumber dari faktor endogen
Faktor-faktor ini merupakan hambatan belajar siswa yang bersumber dari diri siswa yang bersangkutan, yang secara garis besarnya meliputi; faktor biologis dan faktor psikologis.
1)      Faktor biologis, yakni faktor yang secara langsung berhubungan dengan jasmaniah, sebagai berikut.

a)      Faktor Kesehatan
Faktor kesehatan sangat mempengaruhi diri siswa, sebab badan yang sakit atau dalam keadaan lemah akan sukar untuk belajar. Sukardi (1984: 50) menyatakan bahwa: “kesehatan merupakan yang penting dalam belajar untuk dapat belajar dengan baik, bisa berkonsentrasi dengan optimal maka kesehatan itu perlu dipelihara dengan sebaik-baiknya”.
b)      Cacat badan
Berbagai macam cacat badan yang dapat mempengaruhi dalam belajar, seperti: kaburnya penglihatan, kurangnya pendengaran, berbicara gagap, dan cacat badan lainnya dapat menyebabkan hambatan dalam belajar.
2)      Faktor psikologis adalah faktor penghambat belajar yang berhubungan dengan aspek kejiwaan atau rohaniah, yang termasuk faktor psikologis.
(a)    Inteligensi (kecerdasan); merupakan salah satu faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap kemajuan dalam kegiatan belajar siswa. Dalam kaitannya dengan faktor intelligensi ini, Sukardi (1984: 51) menyatakan bahwa bilamana intelligensi seseorang rendah, bagaimanapun usaha yang ditempuhnya dalam kegiatan belajar kalau tidak ada bantuan, pertolongan dari pendidikan dan orang tua niscaya, jerih-payahnya dalam belajar tidak akan berhasil.
(b)   Perhatian; perhatian juga dapat menjadi penyebab dari menurunnya prestasi belajar siswa. Kartono (1984: 63) menyatakan bahwa dengan “tidak adanya perhatian terhadap pelajaran, maka anak-anak tidak akan suka belajar”. Ini berarti bahwa timbulnya rasa malas, kebosanan belajar siswa dalam kegiatan belajar umumnya disebabkan oleh kurang menariknya materi pelajaran.
(c)    Minat; bahwa bila pelajaran tidak sesuai dengan minat belajar siswa, secara spontan oleh siswa tidak akan bergairah dalam kegiatan belajar sebaik-baiknya. Sukardi (1984: 54) menyatakan bahwa: “spesialisasi bidang studi yang menarik minat seseorang akan dapat dipelajari dengan sebaik-baiknya, dan sebaliknya bidang studi yang tidak sesuai dengan minatnya tidak akan mempunyai daya tarik baginya.
(d)   Bakat; pada hakekatnya bakat yang dimiliki seseorang tidak sama, karena ketidaksamaan inilah membuat perbedaan seseorang dalam studinya dan kemudian dapat mencapai karir yang baik atas hasil usahanya. Kartono (1984: 63) menyatakan bahwa “kalau pelajaran tidak sesuai dengan bakat, maka anak tidak akan mencapai prestasi tinggi karena tidak berbakat dalam bidang itu”.
(e)    Emosi; dalam kegiatan belajar sangat diperlukan kestabilan emosi. Dalam keadaan emosi yang mendalam, sudah barang tentu akan menimbulkan hambatan-hambatan dalam kegiatan belajar perlu diupayakan situasi yang tenang dan penuh pengertian dari orang-orang yang ada disekitarnya agar kegiatan belajar dapat berlangsung dengan lancar”.
b.      Hambatan-hambatan yang bersumber dari faktor eksogen
Selain faktor-faktor endogen, juga terdapat faktor-faktor eksogen (bersumber dari luar diri atau lingkungan) yang banyak mempengaruhi kegiatan belajar siswa, bahkan mungkin faktor eksogen mempunyai pengaruh yang besar terhadap keberhasilan seseorang dalam kegiatan belajarnya.
Secara terinci hambatan-hambatan belajar yang bersumber dari faktor eksogen ini, dikemukakan sebagai berikut.
1)      Faktor lingkungan keluarga; yang dapat digolongkan dalam faktor ini meliputi;
a)      Peranan orang tua; dalam kegiatan belajar siswa perlu diberikan motivasi dan pengertian dari pihak orang tua.  Hal ini menjadi suatu kewajiban orang tua untuk membantu seorang anak dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapinya di sekolah. Kartono mengemukakan beberapa hal yang menggambarkan ciri khas perang orang tua yang dapat menghambat belajar anak, sebagai berikut:
(1)   cara orang tua mendidik anaknya yang tidak mapan;
(2)   hubungan antara orang tua dengan anaknya yang tidak lancar/harmonis;
(3)   contoh sikap orang tua yang kurang baik.
b)      Suasana rumah; suasana rumah yang terlalu gaduh tidak akan menunjang siswa untuk belajar dengan baik. Keadaan ekonomi  keluarga; bila ekonomi keluarga tidak memungkinkan  terpenuhinya  sarana dan prasarana belajar bisa menjadi faktor penghambat  dalam  kegiatan  belajar siswa. Bila  keadaan  ekonomi  memungkinkan  sebaiknya  kebutuhan-kebutuhan  tersebut  perlu  disediakan  dengan  memadai  sehingga  siswa  dapat  belajar  dengan  tenang.
2)      Faktor lingkungan sekolah; hal-hal yang tergolong pada faktor      lingkungan sekolah adalah  sebagai berikut.
a)      Interaksi guru murid, bahwa guru yang kurang berinteraksi dengan murid secara dekat, dapat menyebabkan proses belajar mengajar menjadi kurang lancar, siswa merasa terasing dengan guru sehingga mereka sulit untuk ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar.
b)      Cara penyajian pelajaran yang kurang baik, penyajian materi penerapan pelajaran yang diterapkan oleh pendidik dalam hal ini penerapan metode mengajar yang kurang tepat menyebabkan siswa menjadi bosan, pasif dan mudah mengantuk.  Kartono  (1984:65)  menyebutkan kategori cara penyajian pelajaran yang kurang  baik yakni guru kurang menguasai bahan, metode yang digunakan kurang tepat, tanpa menggunakan alat peraga dan sebagainya.
c)      Hubungan antar siswa; bahwa hubungan antar teman yang kurang akrab, efeknya dapat menimbulkan perasaan rendah diri, malas masuk sekolah, memungkinkan terjadinya persaingan yang kurang sehat diantara siswa. Akibatnya dapat menyebabkan kurangnya gairah belajar siswa, hal ini menjadi kewajiban guru terutama wali kelas untuk mampu membina jiwa kelas supaya dapat hidup bergotong-royong dalam kegiatan belajar secara kelompok.
d)     Media pendidikan; yakni menyangkut alat-alat pelajaran di sekolah, kenyataan menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah siswa yang masuk sekolah, maka mutlak diperlukan alat-alat yang membantu lancarnya proses belajar siswa.
e)      Keadaan gedung; bahwa keadaan gedung yang kurang memenuhi syarat dapat menghambat dalam proses belajar, misalnya ruangan yang gelap, lingkungan sekolah yang terlalu gaduh serta suasana kelas yang sempit dengan jumlah siswa yang banyak, kesemuanya ini merupakan faktor penghambat dalam kegiatan belajar.
f)       Disiplin sekolah; yakni menyangkut penerapan disiplin yang ketat terhadap tuntutan siswa, dan juga tidak adanya peraturan di suatu sekolah akan menjadi penghambat dalam proses belajar siswa.
g)      Metode belajar; bahwa dalam kegiatan belajar banyak siswa menggunakan cara belajar yang keliru, yakni bila telah mendekati ujian cenderung forsir untuk belajar tanpa memperhitungkan disiplin waktu akibatnya mereka jatuh sakit. Kartono (1984: 67) mengklasifikasikan kriteria metode belajar yang kurang tepat seperti berikut.
(1)   pembagian waktu belajar yang kurang baik;
(2)   cara belajar yang salah, misalnya menghafal tanpa pengertian;
(3)   pembagian atau penggunaan waktu istirahat yang kurang efektif.
h)      Pekerjaan rumah; bahwa anak yang terlalu banyak diberi tugas rumah menyita waktu dan tenaga yang diperlukan untuk belajar dan mengerjakan pekerjaan lain.
3)       Faktor lingkungan masyarakat; yang tergolong dalam kategori lingkungan masyarakat yang dapat menghambat kemajuan belajar dan mengerjakan belajar sebagai berikut.
a)      Media massa; dalam kondisi-kondisi tertentu faktor media massa, seperti: bioskop, radio, TV, video casette, novel, dan berbagai jenis majalah dan sebagainya dapat menghambat dalam proses belajar, dan dalam situasi lain juga dapat menunjang kegiatan belajar.
b)      Teman bergaul; bahwa dalam kehidupan siswa sehari-hari tidak terlepas adanya pengaruh-pengaruh baik ataupun kurang baik dari lingkungan masyarakat. Kartono (1984: 67) menyatakan bahwa “teman bergaul yang kurang baik dapat membawa akibat anak itu juga menjadi tidak baik”.
c)      Kegiatan dalam masyarakat; bahwa dengan keterlibatan siswa dalam berbagai jenis kegiatan di lingkungan masyarakat, seperti aktif berorganisasi, mengikuti berbagai jenis olah raga secara berlebihan dapat melelahkan badan dan akibatnya dapat menghambat kegiatan belajar siswa.
d)     Cara hidup lingkungan; bahwa corak kehidupan tetangga dekat mempunyai pengaruh besar terhadap kegiatan belajar siswa, dan dapat menghambat atau menunjang kegiatan belajar siswa.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sebab-sebab kesulitan belajar itu karena:
1). Sebab-sebab individu, artinya tidak ada dua orang yang mengalami kesulitan belajar itu sama persis penyebabnya walaupun jenis kesulitannya sama.
2). Sebab-sebab yang kompleks, artinya seorang mengalami kesulitan belajar karena sebabnya bermacam-macam.
3.      Diagnosis Kesulitan Belajar
Sebelum menetapkan alternatif pemecahan masalah kesulitan belajar siswa, guru sangat dianjurkan untuk terlebih dahulu melakukan identifikasi atau (mengenali segala gejala dengan cermat) terhadap fenomena yang menunjukkan kemungkinan adanya kesulitan belajar yang melanda siswa tersebut. Upaya ini disebut diagnosis kesulitan belajar yang bertujuan untuk menetapkan jenis kesulitan belajar siswa.
Wardani dalam Syah (2003: 185) langkah-langkah diagnostik yang ditempuh guru pembimbing sebagai berikut:
1.      Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa ketika mengikuti pelajaran.
2.      Mewawancarai orang tua siswa ketika mengikuti pelajaran.
3.      Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa khususnya yang mengalami kesulitan belajar.
4.      Memberi diagnostik bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui hakekat kesulitan belajar yang dialami siswa.
5.      Memberikan tes kemampuan inteligensi (IQ) khususnya kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar.
Dari satu pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa langkah diagnosis kesulitan belajar dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Mengidentifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar.
2.      Menetapkan jenis-jenis kesulitan belajar siswa dengan jalan melihat:
a.       apakah siswa mengalami kesulitan dalam satu bidang studi saja atau semua bidang studi.
b.      apakah kesulitan itu terletak pada salah satu topik atau semua materi pada bidang studi itu.
4.      Cara Mengatasi Kesulitan Belajar
Sukardi mengemukakan langkah-langkah guru BK dalam mengatasi kesulitan belajar siswa adalah sebagai berikut.
1.      Langkah Analisis
Hal ini merupakan langkah untuk menelaah bagian-bagian masalah dan hubungan antarbagian masalah tersebut untuk memperoleh pengertian yang benar mengenai kesulitan belajar yang dihadapi siswa.
2.      Langkah Sintesis
Hal ini merupakan langkah untuk membuat suatu rangkuman data sehingga tampak dengan jelas masalah-masalah siswa yang berhubungan dengan masalah belajar.
3.      Langkah Diagnosis
Suatu langkah proses mengenali berbagai macam masalah sampai menentukan masalah atau kesulitan siswa yang berhubungan dengan masalah belajar siswa itu sendiri.
4.      Langkah Prognosis
Langkah atau usaha untuk memilih beberapa alternatif tindakan yang dapat membantu siswa untuk mengurangi hingga menuntaskan masalah atau kesulitan belajar siswa.

5.      Langkah Treatment
Adapun langkah-langkah yang dimaksud antara lain.
a.       Pemahaman dan penerimaan diri sendiri dan orang lain sebagaimana adanya (termasuk perbedaan individu, sosial dan budaya, serta permasalahannya).
b.      Pemahaman tentang emosi, prasangka, konflik, dan peristiwa yang terjadi di masyarakat, serta pengendaliannya/pemecahannya.
c.       Pengaturan dan penggunaan waktu secara efektif (untuk belajar dan kegiatan sehari-hari, serta waktu senggang).
d.      Pemahaman tentanga adanya berbagai alternatif pengambilan keputusan, dan berbagai konsekuensinya.
e.       Pemahaman sikap dan kebiasaan belajar, pemahaman hasil belajar, timbulnya kegagalan belajar dan cara-cara penganggulangannya (termasuk EBTA, EBTANAS) dan,
f.       Pengembangan hubungan sosial yang efektif dan produktif.
6.      Langkah Follow Up (tindak lanjut)
Pada langkah ini semua proses yang sudah dilalui akan di follow-up/ditindak lanjuti sebagaimana hasil akhir pada langkah (treatment/penyembuhan). Atau sebaliknya akan diulangi karena tidak berhasil mulai dari proses awal karena tidak sesuai dengan yang diharapkan/ tidak tepat  sasaran.

D.    Hipotesis Penelitian

Secara statistik hipotesis penelitian ini adalah dirumuskan sebagai berikut:
H­­0 : µ1 = µ0   
H1 : µ1 ≠ µ0
Dimana:
Ho =Tidak ada pengaruh pemberian layanan bimbingan kelompok terhadap pengentasan masalah prilaku kesulitan belajar siswa.  

H1 =Ada pengaruh pemberian layanan bimbingan kelompok terhadap  pengentasan masalah prilaku kesulitan belajar siswa.       

µ1  =   kesulitan belajar siswa sebelum pemberian bimbingan kelompok.
µ0  =  kesulitan belajar siswa sesudah pemberian bimbingan kelompok.
Husaini Usman dan R. Purnomo (2004: 121)


BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah pre test and post test one group. Rancangan penelitiannya adalah:
Pre test
Perlakuan
Post test
O1
X
O2

Keterangan:
­­O­1 = Keadaan masalah prilaku siswa yang mengalami kesulitan belajar sebelum      pemberian layanan bimbingan kelompok.
 X  =  Perlakuan berupa pemberian bimbingan kelompok.
 O2  = Keadaan masalah prilaku siswa yang mengalami kesulitan belajar setelah  pemberian layanan bimbingan kelompok.
Desain ini hanya melibatkan sampel dengan subyek tunggal atau banyak subyek tetapi diperlakukan sebagai tunggal. Keadaan masalah prilaku kesulitan belajar siswa sebelum eksperimen diukur dengan (O1) pre test, dan sesudah eksperimen diukur dengan disebut (O2) post test. (Sevilla, 1993: 105-106)
Sudjana (1989: 35) mengemukakan 3 langkah yang ditempuh dalam rancangan penelitian eksperimen.  
1.      Memberikan pre test untuk mengukur variabel terikat sebelum perlakuan dilakukan (pre test).
2.      Memberikan perlakuan eksperimen kepada para subjek, dan
3.      Memberikan tes lagi untuk mengukur variabel terikat setelah perlakuan (post test).
Perbedaan-perbedaan yang disebabkan karena penerapan perlakuan eksperimen ditentukan dengan membandingkan skor-skor pre test dan post test yang dihasilkan dari alat ukur yang sama atau relatif sama/identik.
B.     Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tahun ajaran 2006/2007 di SMA Negeri 1 Lakudo Kecamatan Lakudo Kabupaten Buton.
C.    Populasi dan Sampel
1.      Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri 1 Lakudo Tahun Ajaran 2006/2007 yang bermasalah, yang berjumlah ­52 orang.
2.      Sampel
Adapun teknik penarikan sampel dalam penelitian ini adalah sampling acak sederhana yaitu salah satu teknik pemilihan sampel di mana semua anggota populasi mempunyai kemungkinan kesempatan yang sama dan independen untuk dipilih sebagai anggota sampel (Borg and Gall, 1979: 137)
Adapun besar sampel yang diambil peneliti mengacu pada pendapat (Gay, 1976: 163) menyatakan bahwa beberapa ukuran minimum yang dapat diterima berdasarkan tipe penelitian, sebagai berikut:
1.      Penelitian deskriptif – 10 persen dari populasi.
2.      Penelitian korelasi – 30 subjek.
3.      Penelitian ex post facto atau penelitian kausal komparatif – 15 subjek per kelompok
4.      Penelitian eksperimen – 15 subjek per kelompok

Dari acuan ini maka sampel dalam penelitian ini berjumlah sebesar 50% dari populasi yaknidari 52 siswa = 26 siswa yang kemudian dihitung menjadi siswa, dengan pertimbangan;
a.       Jumlah kelompok yang akan diberikan bimbingan kelompok adalah
1 kelompok dengan jumlah 13 orang.
b.      Bahwa peneliti setelah menganalisis AUM jumlah siswa yang bermasalah adalah 13 orang dari populasi yang ada, di mana masalah yang dialaminya cukup rumit untuk diselesaikan dengan bimbingan kelompok.
c.       Dari jumlah 13 orang tersebut hanya 11 orang yang dapat dianalisis hasil AUMnya karena 2 siswa yang masuk dalam sampel tidak dapat melanjutkan rangkaian penelitian karena sakit setelah mengikuti pemberian pre.test.
d.      Agar ekonomis, karena jika dilaksanakan 2 kelompok maka membutuhkan waktu yang cukup lama, tenaga dan biaya yang banyak.
D.    Variabel dan Definisi Operasional
Dalam penelitian ini terdapat dua macam variabel yaitu variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Variabel bebas (X) adalah pemberian layanan bimbingan kelompok. Variabel terikat (Y) adalah terentaskannya masalah perilaku kesulitan belajar yang dialami siswa.
Definisi operasional dari variabel-variabel yang digunakan di dalam penelitian ini, diuraikan sebagai berikut.
1.      Pemberian layanan bimbingan kelompok yang dimaksud adalah pemberian layanan dalam bentuk penyajian materi dan diskusi yang dilaksanakan secara prosedural dan sistematis dalam jumlah  siswa yang terbatas.
2.      Terentaskannya masalah prilaku belajar siswa adalah berkurangnya masalah-masalah perilaku belajar siswa setelah diberikan layanan bimbingan kelompok yang tidak hanya mencakup masalah belajar tetapi juga berkaitan dengan masalah pribadi, dan masalah sosial.
E.     Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Alat Ungkap Masalah (AUM) yang sudah disesuaikan dengan masalah-masalah perilaku kesulitan belajar siswa. Kemudian untuk mengukur intensitas/tingkat kedalaman masalah digunakan skala bertingkat. Adapun bentuk instrumen berupa skala 11 yaitu 0 – 10, yang dibuat dengan cara berikut.
      0        1        2          3          4          5          6          7         8          9          10
       Buruk                                                                                                                                                   Baik
       sekali                                                                                                                                                    sekali

(Arikunto, 2003: 28).
Pedoman penggunaan rating scale di atas adalah sebagai berikut:
0 – 2          : sangat rendah
3 – 4          : rendah
5 – 6          : sedang
7 – 8          : tinggi
9 – 10        : sangat tinggi                                      (Arikunto, 2003: 28)
F.     Prosedur Penelitian
1.      Persiapan
Hal-hal yang dilakukan adalah seperti berikut ini.
a.       Menyiapkan Alat Ungkap Masalah (AUM) yang telah disusun sesuai dengan masalah belajar siswa sebagai alat untuk mengidentifikasi masalah siswa.
b.      Menyusun skala dengan angka 0-10, untuk setiap butir pernyataan Alat Ungkap Masalah (AUM) “kesulitan belajar”.
c.       Hasil untuk masing-masing AUM siswa diolah dengan rating scale untuk mengetahui tingkat kedalaman masalah perilaku kesulitan belajar siswa.
2.      Eksperimen, yakni memberikan perlakuan berupa bimbingan kelompok. Prosedur layanan bimbingan kelompok mengacu pada Alat Penilaian Kemampuan Guru Pembimbing (APKGP) Layanan Bimbingan Kelompok (FKIP, 2002) dengan langkah-langkah sebagai berikut.
a.       Tahap awal
b.      Tahap pembentukan
c.       Tahap peralihan
Tahap ini merupakan jembatan tahap I dan tahap II. Artinya, setelah mengikuti tahap peralihan, lambat laun para anggota kelompok secara sukarela memasuki tahap ke III yaitu tahap kegiatan.
d.      Tahap kegiatan
Pada tahap ini siswa mengemukakan masalah-masalah yang dialami, dan peneliti melakukan tanya jawab dan berdiskusi untuk mengetahui penyebab dari masalah-masalah tersebut. Selanjutnya, diberikan upaya pemecahan masalah dalam layanan bimbingan kelompok.
Adapun upaya pemecahan masalah tersebut adalah sebagai berikut.
1)      Bimbingan kelompok ke I
a)      berusaha untuk menyenangi mata pelajaran yang akan dipelajari sehingga dalam diri ada motivasi untuk belajar.
b)      memberikan motivasi tentang proses pengulangan, misalnya belajar 1 x 5 lebih baik dibanding 5 x 1.

2)      Bimbingan kelompok ke II
a)      membuat jadwal belajar.
b)      membuat catatan kecil agar materi pelajaran yang akan dipelajari mudah untuk dipelajari
c)      mengetahui cara belajar yang baik, misalnya belajar tidak sambil baring, mengurangi cara belajar sambil nonton TV.
d)     penggunaan waktu senggang dengan baik misalnya jika ada waktu senggang tidak disia-siakan tetapi digunakan untuk belajar.
3)      Bimbingan kelompok ke III
a)      Sering bertanya di kelas pada saat guru menjelaskan jika ada materi yang tidak dimengerti.
b)      Memusatkan perhatian terhadap apa yang dipelajari.
c)      Ada minat terhadap mata pelajaran yang akan dipelajari dengan cara merasa senang dengan pelajaran tersebut, dan sering mengulangi mata pelajaran di rumah.
4)      Bimbingan kelompok ke IV
a)      Menghilangkan perasaan cemas dengan cara berpikir positif terhadap diri sendiri atau memiliki sikap optimis.
b)      Belajar untuk membagi waktu.
c)      Ada proses pengulangan di rumah.
e.       Tahap pengakhiran
Pada tahap ini jika masalah-masalah siswa sudah diselesaikan maka kegiatan bimbingan kelompok selesai. Pada tahap ini pokok perhatian bukanlah pada berapa kali kegiatan bimbingan kelompok dilaksanakan, tetapi pada hasil yang dicapai oleh individu dalam kelompok.
3.      Setelah dilakukan bimbingan kelompok, siswa yang menjadi sampel penelitian diberikan lagi tes akhir (post test) dengan menggunakan instrumen yang sama. Kemudian hasilnya diolah untuk mengetahui tingkat kedalaman masalah perilaku kesulitan belajar siswa. 
G.    Teknik Analisis Data
Data dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis inferensial.
a)      Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan keadaan masalah siswa sebelum diberikan layanan bimbingan kelompok dan sesudah dengan menghitung nilai maksimum, minimum, nilai rata-rata, standar deviasi, varians, distribusi frekuensi, dan persentase.
Untuk mengetahui klasifikasi kondisi masalah perilaku kesulitan belajar siswa sebelum dan sesudah pelaksanaan bimbingan kelompok digunakan prosedur berikut.
R = S M I – S M II
Dengan panjang kelas:
i = 1+
di mana:          R          = Rentang
SMI     = Skor Maksimum Ideal
SMII   = Skor Minimum Ideal
i           = Panjang Kelas
Ki        = Jumlah Kelas
b)      Statistik inferensial digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Namun sebelum melakukan pengujian hipotesis, maka dilakukan uji pra syarat karena jumlah sampel penelitian yang relatif kecil.
1)      Pengujian normalitas data
Pengujian normalitas data dengan menggunakan rumus chi-kuadrat. Pengujian tersebut dimaksudkan untuk mengetahui apakah data yang digunakan dalam penelitian ini berdistribusi normal atau tidak.
Adapun rumus yang digunakan sebagai berikut:
2hit =                                                              (Sudjana, 1995: 273)

Keterangan:
2hit    = Nilai chi-kuadrat hitung
       = Frekuensi hasil pengamatan ke-i
       = Frekuensi ekspektasi (harapan) ke-i
Kriteria pengujiannya adalah jika 2hit<2(1-α)(k-3) dengan α = 0,05, maka data berdistribusi normal, dan sebaliknya jika 2hit 2(1-α)(k-3),  maka data tidak berdistribusi normal.


2)      Uji homogenitas varians               
Uji homogenitas varians dimaksudkan untuk mengetahui apakah data yang diselidiki mempunyai varians yang homogen atau tidak. Untuk keperluan tersebut maka digunakan rumus sebagai berikut:
F=
Varians terbesar
Varians terkecil
(Sudjana, 1995: 250)

Kriteria pengujiannya adalah jika F­­hit < F(a)(v1, vs), maka varians data kelompok adalah homogen, tetapi jika F­­hit ≥ F(a)(v1, vs), maka varians data kelompok adalah tidak homogen dengan V1= n1 – 1 menyatakan derajat kebebasan penyebut serta pada taraf nyata α = 0,05.
3)       Selanjutnya, untuk menguji hipotesis digunakan uji-t, jenis uji t yang digunakan bergantung pada homogenitas data. Jika data kelompok homogen maka rumus uji-t yang digunakan adalah sebagai berikut.
t =



Dimana: S =

Keterangan:
= keadaan masalah siswa sesudah bimbingan kelompok
= keadaan masalah siswa sebelum bimbigan kelompok
 = jumlah sampel siswa yang masalahnya diselesaikan
= jumlah sampel siswa yang masalahnya tidak diselesaikan
 S  = standar deviasi gabungan
Kriteria pengujian adalah terima Ho jika thit <t(1-α) pada taraf signifikan α = 0,05 dengan derajat kebebasan dk=n1 + n2 – 2, dan tolak Ho jika nilai t yang lain (Sudjana, 1996: 239).
Jika data kelompok tidak homogen maka rumus uji-t yang digunakan adalah sebagai berikut.
t =                                           (Sudjana, 1996: 244)

Kriteria pengujian dengan taraf kesalahan α = 0,05 dan derajat kebebasan dk= n1 + n2 – 2, adalah terima Ho jika <t<dengan
; =; t1= t (1-α)(n1-1)dan t2 = t (1-α) (n2t - 1). Untuk harga t lainnya tolak Ho atau terima H1.



BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.    Hasil Penelitian
Berikut ini akan dituliskan deskripsi permasalahan responden Alat Ungkap Masalah (AUM). Masalah-masalah yang dihadapi siswa umumnya memiliki hubungan sebab akibat, yakni masalah yang diungkapkan merupakan akibat dari masalah yang lainnya.
Siswa
Masalah
Responden  01
Masalah pokok yang dialami adalah faktor malas dalam belajar sehingga siswa tidak dapat menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Hal ini disebabkan kurang, siswa dapat memusatkan perhatian dalam mengikuti pelajaran, ia juga tidak memiliki motivasi dalam belajar.
Responden  02
Kesulitan utama yang dialami adalah kurangnya konsentrasi dalam belajar, termasuk sulit mengingat materi pelajaran, dan berdampak pada nilai belajar yang kurang memuaskan, hal ini menyebabkan siswa malas membaca. Sehingga siswa tersebut kurang percaya diri.
Responden  03
Mengungkapkan tidak tahu bagaimana cara belajar yang efektif. Belajar menjadi kurang konsentrasi, termasuk dari orang tua kurang memperhatikan kegiatan belajarnya yang menyebabkan siswa kurang berminat serta tidak mengetahui cara-cara atau keterampilan khsusus untuk memanfaatkan waktu senggang yang ada
Responden  04
Masalah utamanya adalah kurang dapat memusatkan perhatian dalam mengikuti pelajaran. Kurangnya perhatian dari orang tua dalam mendukung kegiatan belajar yang berakibat tidak bebas dalam menggunakan waktu senggang dengan sebaik-baiknya. Kurang optimalnya waktu yang ada membuat siswa cenderung malas belajar.
Responden  05
Kurangnya konsentrasi dalam belajar mengakibatkan siswa malas untuk belajar. Hal ini disebabkan karena orang tua kurang memperhatikan kegiatan belajarnya, akibatnya siswa rendah diri atau kurang percaya diri dalam mengemukakan pendapat. Rendahnya kepercayaan diri membuat siswa tidak menyukai mata pelajaran tertentu (Matematika, Bhs Inggris).
Responden  06
Menyatakan bahwa siswa mengalami kesulitan belajar, diakibatkan tidak dapat berkonsentrasi dan tidak mengetahui bagaimana cara belajar yang baik/efektif. Hal ini membuat siswa kurang termotivasi dalam belajar yang akhirnya membuat siswa malas untuk belajar yang. Kurang motivasi tersebut membuat siswa kurang berminat dan tidak mengetahui cara/keterampilan untuk memanfaatkan waktu senggang serta kurang percaya diri dalam mengemukakan pendapat.
Responden  07
Kesulitan belajar yang utama dialami adalah mudah gugup dalam mengemukakan sesuatu sehingga kurang dapat memusatkan perhatian dalam mengikuti pelajaran. Sukar membedakan yang dianggap baik dan buruk menyebabkan siswa kurang suka membaca mata pelajaran. Faktor kemalasan dalam belajar menyebabkan ia sering mengganggu teman sewaktu pelajaran berlangsung.
Responden  08
Suka melakukan kegiatan tidak menentu sewaktu pelajaran berlangsung, misalnya  membuat coretan-coretan dalam buku, ini diakibatkan tidak tahu bagaimana belajar yang baik (efektif). Sering malas dalam belajar membuat siswa khawatir pekerjaan rumah (PR) banyak salah. Hal ini ditunjukkan mudah gugup dalam mengemukakan sesuatu salah satunya diakibatkan guru kurang bersahabat
Responden  09
Sering malas belajar, menyebabkan siswa malas untuk mengerjakan tugas dari guru di sekolah. Hal ini disebabkan siswa kurang percaya diri sehingga kurang konsentrasi dalam belajar. Faktor-faktor tersebut berdampak pada kurang berminat dan tidak mengetahui cara/keterampilan khusus untuk memanfaatkan waktu senggang yang ada.
Responden  10
Suka melakukan kegiatan tidak menentu sewaktu pelajaran berlangsung, misalnya  membuat coretan-coretan dalam buku, ini diakibatkan tidak tahu bagaimana belajar yang baik (efektif). Sering malas dalam belajar membuat siswa khawatir pekerjaan rumah (PR) banyak salah. Hal ini ditunjukkan mudah gugup dalam mengemukakan sesuatu salah satunya diakibatkan karena kurang percaya diri. 
Responden  11
Yakni mudah gugup dalam mengemukakan sesuatu sehingga kurang dapat memusatkan perhatian dalam mengikuti pelajaran. Sukar membedakan yang dianggap baik dan buruk menyebabkan siswa kurang suka membaca mata pelajaran. Faktor kemalasan dalam belajar menyebabkan ia sering mengganggu teman sewaktu pelajaran berlangsung.

1.      Analisis Data
1.a. Deskripsi Keadaan Masalah Perilaku Kesulitan Belajar Siswa    Sebelum Layanan Bimbingan   Kelompok

Intensitas masalah perilaku kesulitan belajar siswa sebelum bimbingan kelompok. Lampiran 2, diperoleh rata-rata masalah siswa sebelum pelaksanaan bimbingan kelompok sebesar 3,15 nilai maksimum 4,42, nilai minimum 2,52 standar deviasi 0,47 dan varians 0,22. Selanjutnya distribusi frekuensi dan persentase penyelesaian masalah tersebut disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 1. Klasifikasi Masalah Perilaku Kesulitan Belajar Siswa Sebelum Pelaksanaan  Bimbingan Kelompok

Interval
Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
1 - 2
Sangat Rendah
4
36,36
3 - 4
Rendah
7
63,64
5 - 6
Sedang
0
0,00
7 - 8
Tinggi
0
0,00
9 - 10
Sangat Tinggi
0
0,00
Jumlah
11
100,00


Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa 0% responden masalah perilaku kesulitan belajar siswa sebelum pelaksanaan layanan bimbingan kelompok, dan 4 responden atau 36,37% yang berada pada interval sangat rendah. Selanjutnya, sebanyak 7 responden atau 63,63% yang tergolong rendah..
Uraian di atas menunjukkan bahwa masalah perilaku kesulitan belajar siswa sebelum pelaksanaan layanan bimbingan kelompok tergolong sangat tinggi.   
1.b.  Analisis Deskripsi Keadaan Masalah Perilaku Kesulitan Belajar    Siswa Sesudah Layanan Bimbingan Kelompok

Berdasarkan lampiran 2, diperoleh rata-rata masalah siswa sesudah pelaksanaan bimbingan kelompok sebesar 7,42 nilai maksimum 7,81 nilai minimum 6,70 standar deviasi 0,33 dan varians 0,11. Selanjutnya, distribusi frekuensi dan persentase keadaan masalah siswa tersebut seperti dinyatakan pada tabel berikut.
Tabel 2. Klasifikasi Intensitas Masalah Perilaku Kesulitan Belajar Siswa Setelah Pelaksanaan   Bimbingan Kelompok

Interval
Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
1 - 2
Sangat Rendah
0
0,00
3 - 4
Rendah
0
0,00
5 - 6
Sedang
1
0,09
7 - 8
Tinggi
10
90,91
9 - 10
Sangat Tinggi
0
0,00
Jumlah
11
100,00


Berdasarkan tabel 2 di atas menunjukkan bahwa 0% responden yang tergolong sangat rendah dan rendah dari intensitas masalah sesudah pelaksanaan layanan bimbingan kelompok. Selanjutnya, 1 responden atau 0,09% yang tergolong sedang, dan 10 responden atau 90,91% yang tergolong tinggi. Responden dengan jumlah yang kecil untuk penelitian satu kelompok yakni 11 orang dalam eksperimen memungkinkan peneliti akan lebih konsentrasi dari pada dengan jumlah yang amat besar.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada umumnya penyelesaian masalah perilaku kesulitan belajar siswa setelah pelaksanaan layanan bimbingan kelompok cukup tinggi.

2.      Analisis Inferensial
2.a. Pengujian Normalitas Data
Pengujian normalitas data dimaksudkan untuk mengetahui apakah data dalam penelitian ini berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan uji chi-kuadrat. Berdasarkan Lampiran 4 diperoleh nilaidata pre-test sebesar 3,8312. Jika dibandingkan dengan nilai= 3,8415 pada taraf signifikan α = 0,05 dan derajat bebas 2, maka nilai lebih kecil. Ini berarti bahwa data pre-test layanan bimbingan kelompok dalam penelitian ini berdistribusi normal.
Selanjutnya, pada data post-test diperoleh nilai sebesar 1,7999. Jika dibandingkan dengan nilai = 3,8415 pada taraf signifikan α = 0,05 dan derajat bebas 2, maka nilai lebih kecil. Ini berarti bahwa data post-test layanan bimbingan kelompok dalam penelitian ini berdistribusi normal.   
2.b. Pengujian Homogenitas Data
Pengujian homogenitas data dilakukan dengan menggunakan uji-F. Dari hasil perhitungan data (lampiran 5), diperoleh Fhitung­ < Ftabel atau 2,00 < 2,98. Pada α = 0,05 dengan derajat bebas pembilang 11 dan derajat bebas penyebut 11 nilai Ftabel = 2,98. Hal ini menunjukkan bahwa Fhit < Ftab. Dengan demikian data pelaksanaan layanan bimbingan kelompok mempunyai varians yang homogen.    

2.c. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dimaksudkan untuk mengetahui efektifitas pemberian layanan bimbingan kelompok dalam mengentaskan masalah perilaku kesulitan belajar siswa. Pengujian hipotesis menggunakan uji-t. Dari hasil perhitungan (lihat lampiran 5) diperoleh nilai thitung sebesar 23,01. nilai ttabel pada taraf signifikan α = 0,05 dan derajat bebas 20 adalah 1,7247. dengan demikian nilai thitung lebih besar dari ttabel, sehingga hipotesis H0 ditolak. Hal ini berarti bahwa pemberian layanan bimbingan kelompok efektif mengentaskan kesulitan belajar siswa.

B.     Pembahasan

Berdasarkan hasil pre test kepada siswa dengan menggunakan Alat Ungkap Masalah (AUM) adanya masalah-masalah tersebut disebabkan karena siswa masih kurang mampu menyelesaikan sendiri permasalahan belajarnya. Dalam hal ini, siswa belum mampu mengidentifikasi kesulitan belajar yang dialaminya sehingga untuk mencari solusi atas permasalahan tersebut mengalami banyak hambatan.
Dengan adanya temuan di atas, maka diberikan layanan bimbingan kelompok. Bimbingan kelompok dimaksudkan agar siswa dapat menyelesaikan secara spesifik kesulitan/masalah belajar yang dihadapi, termasuk masalah pribadi, dan masalah sosial.
Secara umum, masalah pokok yang dialami siswa adalah cara belajar yang tidak efektif sehinga siswa mengalami nilai hasil belajar yang rendah, baik pada ulangan semester maupun hasil ulangan harian yang diberikan guru. Rendahnya nilai hasil belajar tersebut mengakibatkan timbulnya rasa cemas tinggal kelas dalam diri siswa. Siswa beranggapan bahwa dengan nilai yang rendah kemungkinan mereka akan tinggal kelas pada saat penaikan kelas.
Dari hasil analisis skala bertingkat rating scale (pre test) yang diberikan kepada siswa rendahnya nilai hasil belajar tersebut disebabkan beberapa faktor seperti cara belajar yang kurang efektif, perhatian belajar rendah sewaktu proses belajar mengajar di kelas, motivasi belajar yang rendah, malas belajar, dan rasa minder atau kurangnya percaya diri. Perhatian yang rendah disebabkan siswa tidak memahami penjelasan guru, karena konsentrasi belajar yang rendah dan sering diganggu teman sewaktu proses belajar mengajar berlangsung. Konsentrasi belajar yang rendah juga mengakibatkan motivasi belajar rendah.
Pada tahap kegiatan bimbingan, siswa diberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi pada masalah belajar, bentuk-bentuk pemecahan masalah adalah menumbuhkan motivasi belajar siswa, menyarankan siswa agar menyeleksi kegiatan yang dilakukan agar sesuai dengan tujuan belajar dan menyisihkan semua kegiatan yang tidak berhubungan dengan tujuan belajar, serta memberikan bimbingan cara belajar, membuat jadwal belajar dan berusaha untuk mematuhinya termasuk penggunaan waktu senggang (kosong).
Selanjutnya bentuk-bentuk pemecahan masalah untuk masalah pribadi dalam suasana dinamika kelompok adalah: menumbuhkan rasa percaya diri siswa, mengidentifkasi kelemahan-kelemahan siswa secara obyektif, dan melatih siswa agar berani mengemukakan pendapat. Sedangkan pada masalah sosial, diberikan pemahaman tentang arti penting berteman, menjelaskan tentang ciri-ciri teman yang baik, dan mengembangkan hubungan yang harmonis dengan teman, baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah.
Setelah diberikan beberapa alternatif untuk memecahkan masalah yang dialami siswa, maka dilanjutkan dengan pemberian rating scale (post test). Dari hasil analisis diketahui bahwa siswa dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Hal ini ditunjukkan dengan adanya 1 responden atau 0,09% yang tergolong sedang dan 10 responden atau 90,91% yang tergolong tinggi dalam penyelesaian masalah setelah pelaksanaan layanan bimbingan kelompok. Artinya 90,91% siswa dapat mengatasi masalah belajar yang dihadapinya setelah mengikuti kegiatan bimbingan kelompok.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa penyelesaian kesulitan belajar siswa sebelum dan sesudah mengikuti pemberian layanan bimbingan kelompok memiliki perbedaan. Adanya perbedaan itu ditunjukkan oleh hasil pengujian hipotesis.

BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Setelah diberikan beberapa alternatif untuk pemecahan masalah yang dialami siswa, maka dilanjutkan dengan pemberian rating scale (post test) untuk mengetahui tingkat kedalaman masalah siswa. Dari hasil analisis diketahui bahwa siswa dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Hal ini ditunjukkan dengan adanya 1 responden atau 0,09% yang tergolong sedang dan 10 responden atau 90,91% yang tergolong tinggi dalam penyelesaian masalah setelah pelaksanaan layanan bimbingan kelompok. Artinya 90,91% siswa dapat mengatasi masalah belajar yang dihadapinya setelah mengikuti kegiatan bimbingan kelompok
Berdasarkan hasil analisis data penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa layanan bimbingan kelompok efektif dalam mengentaskan masalah perilaku kesulitan belajar siswa di SMA Negeri 1 Lakudo Kabupaten Buton.
B.     Saran
Penulis menyarankan agar guru BK mengintensifkan program layanan bimbingan kelompok, untuk mengentaskan masalah perilaku kesulitan belajar siswa di SMA Negeri 1 Lakudo Kabupaten Buton, utamanya bimbingan tentang cara belajar, bimbingan pribadi dan bimbingan sosial. Untuk pelaksanaan bimbingan kelompok dapat dilakukan secara berkelompok/klasikal atau mengikutsertakan beberapa siswa pada setiap kali pemberian layanan bimbingan kelompok.


DAFTAR PUSTAKA



Ahmadi, Abu. 1991. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi III. Jakarta: Rineka Cipta.

------------------------.  2003. Prosedur Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Borg, Walter R. dan Gall Meridith Damien. 1979. Educational Research Third Edition. New York: Longham.

Dalyono, M. 2001. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Depdikbud. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
-------------. 1997. Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling. Ujung Pandang: Region VII Sulawesi Selatan..

Depdiknas. 2003. Panduan Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Sekolah Menengah Umum/Kejuruan/Madrasah Aliyah. Jakarta: Balitbang Depdiknas.

Djamarah, Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Gani, Ruslan. 1987. Bimbingan Karir. Bandung: Angkasa.
Gay, L.R. 1976. Research Methods for Business and Management. New York: Macmillan Publication Company.

Jumhur dan Muh. Surya. 1995. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung:
CV. Ilmu.

Jasman. 1992. Studi Kasus Tentang Beberapa Kesulitan Belajar yang dialami oleh Mahasiswa Jurusan Pend. Kimia F-MIPA IKIP Makassar Yang IPKnya di Bawah Standar. Makassar: Skripsi, F-MIPA IKIP.

Hamalik, Oemar. 2004. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Husaini, Usman dan Purnomo Setiady Akbar. 2004. Pengantar Statistika.
Jakarta: Bumi Aksara.

Kartono, Kartini. 1984. Bimbingan Bagi Anak dan Remaja yang Bermasalah. Jakarta: CV. Rajawali.

Kullase. 1987. Kesulitan Belajar dan  Sebab-sebabnya. Makassar: FIP IKIP Makassar.

Latipun. 2003. Psikologi Konseling. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press.

Nurkancana dan Sumantana. 1986. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok Dasar dan Profil.  Jakarta: Ghalia Indonesia

----------. 1999. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.

----------. 2001. Panduan Kegiatan Pengawasan Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

----------. 2003. Panduan Kegiatan Pengawasan Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Sevilla, G. Consuelo. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Indonesia Press

Suharso dan Retnoningsih. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semarang:
Widya Karya.

Sudjana, Nana. 1989. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru.

-----------------. 1996. Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah. Bandung: Sinar Baru.

Sukardi, Dewa Ketut. 1995. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Bina Aksara.

-------------------------. 2001. Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di Sekolah.

------------------------- 2003. Manajemen Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: Alfabeta.

Surachmad, Winarno. 1986. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito.

----------------- 2004. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Yogyakarta: Andy Offset.

Winkel, W.S. 1989. Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah. Jakarta: PT. Gramedia.

-----------------.1991. Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan. Jakarta: PT. Grasindo

Zulfajri, Em dan Ratu Aprilia Senja. t.t. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta: Difa Publisher. 





















      
                       
                                                                        P e n u l i s